Aku bisa merasakan akrilik di pipiku. Dengan jelas. Cat akrilik di atas kulit pipiku. Aneh. Seakan-akan aku memakai segala benda ini tanpa aku sadari.
Dengan senang hati aku mengacak-acak tubuhku, dengan dalil seni kulapisi diriku sendiri dengan benda-benda asing: kulit sapi yang bertekstur tidak ramah, plastik, sedikit sampah, flanel, akrilik lagi, beberapa milligram--betul-betul sedikit sekali--emas.
Aku pun berjalan menuju lemari pakaianku, menatap jendela yang memantulkan segala sesuatu di hadapnya, dan melihat badut menyeramkan di dalam jendela panjang itu, kakinya tidak terlihat karena jendela itu tidak cukup panjang untuk memantulkan bayangan kakinya. Jendela itu dibatasi border kayu.
Tapi matanya seperti mataku. Kulitnya putih kertas, dengan garis-garis merah menyerupai cakaran kucing dari dahi hingga sisi bibirnya. Masa iya itu aku?
Matanya yang seperti mataku pun tidak terlalu seperti mataku. Mataku yang hitam kecoklatan, tiba-tiba memiliki motif aneh dalam iris-nya. Motif yang cantik, namun membuat orang-yang-dibilang-aku ini makin menyeramkan.
Badut itu memakai jubah—atau sejenisnya, warnanya hitam dan terlihat bertekstur bulu dari jendela panjang berborder kayu itu. Bagian dalamnya terlihat terbuat dari kulit, warnanya tan. Badut yang lumayan keren…
Sebetulnya badut di kaca ini tidak lucu sama sekali--ia lebih mirip seperti saudara malaikat Malik daripada seorang badut.
Oh iya, tangan badut ini--maksudku, bagian tangan yang terekspos, karena sepertinya seluruh tangannya tertutupi jubah tadi--juga berwarna sangat putih dan penuh bekas luka, sama seperti wajahnya. Badut bodoh.
Tapi aku suka Badut-yang-Saking-Seremnya-Dibilang-Sodara-Malaikat-Neraka ini. Dia terlihat keren. Aku sedang berdiri di hadapannya sekarang--wow!
“Dewa…” suara ibuku memanggil. Apa lagi siih?!
“Iya Ma!” aku menyahut, bisa merasakan sesuatu seakan retak di atas wajahku saat aku membuka mulut, tapi mencoba untuk mengikuti kerut-kerut kulitku. Di kaca, terlihat badut itu menengok dan berputar ke kiri, berjalan dengan hati-hati di dalam balutan kulit sapi, plastik, flanel, emas dan akrilik, dan menghilang dari jendela panjang berborder kayu saat aku berjalan melewati pintu lemariku.
TAMAT
Hii gangerti! :o
ReplyDeleteTapi kok horor?
Emang horor yah.. Wagaga..
ReplyDeletehahah ga ngerti, tapi gue suka
ReplyDeleteYup
ReplyDelete