Wednesday, May 13, 2009

Perintis, Sore 13 Mei 2009

Sudah pukul empat. Aku mengamanahkan kado kecilku pada Ghinaa. Dia memang amanah. Aku harus pulang—kalau belum, aku tidak akan mengamanahkan benda itu padanya.

"i-bu-ko-or-di-na-tor-jem-pu-tan" berkata aku ikut Om Widi, bareng Galih, karena terlalu jauh jika aku pergi pulang dengan Wening. Kami bertiga pun meluncur ke Bali View dengan mobil biru berstiker gajah pink.

Di jalan menuju rumah Galih, aku sempat menghubungi mandatarisku hari ini, menanyakan kabar amanahku. Cek. Sudah disampaikan. Sebetulnya, aku takut kalau tempat itu ramai: aku kan tidak mungkin tau. Oh, nasibku esok betul-betul tidak bisa dilihat.

Setelah Galih tiba di rumahnya, Om Widi menjalankan mobil ke arah Jalan Perintis. (kagak ada urusan, gua cuma mo pulang) Jalannya bagus dari pertama masuk hingga kurang lebih 10m dari townhouse dan lapangan-yang-juga-akan-jadi-townhouse.

Mulai 10m dari townhouse, kau sudah bisa merasakan sensasi offroad ketika melewati jalan itu. Jalan ‘offroad’ ini memang untuk pecinta offroad: jalannya ‘bertekstur offroad’, jalan diapit oleh tempat sampah dan kali sampah di kanan, serta hehutanan di kiri. Bentuk jalannya juga teramat menantang: serupa lembah. Pertama jalan turun, lalu sempat landai, dan naik. Naik-turunnya pun bukan main: nyaris 40 derajat!

Kami sedang melintasi turuan jalan perintis, melewati jalan aspal rusak penuh tanah, diapit kali penuh sampah. Jalan turun tidak terlalu kotor oleh tanah, tapi bagian landai kotor begitu pula jalan naik. Kami pun menanjaki jalan naik.

Perlahan. Tunggu. Mobilnya tidak bergerak. Aku bisa mendengar ban berputar kencang tanpa berpindah tempat, berderu kencang, terdengar licin karena tanah. Adrenalinku yang selalu naik di tempat ini, makin naik karena mobil yang kunaiki slip.

Om Widi menekan pedal gas lagi. Aku tahu ia menekan sekuat tenaga, karena deru ban yang berputar bisa memberitahu lewat suaranya yang teramat keras. Lagi. Dan mobil masih tidak bergerak.

Aku pun mengusulkan untuk memundurkan mobilnya ke atas, berputar, dan lewat jalan lain. Aku tahu itu akan terlihat sangat bodoh: melintasi turunan dan tanjakan mundur, sejauh sekitar 50m. Tapi aku lebih memilih itu daripada bermalam di dekat kali berair hitam dan berbusa.

Om Widi setuju dengan ideku, dan mencoba. Sepertinya akan lebih mudah mundurnya sekarang.

 

Salah. Entah mengapa, mobil juga selip, padahal bagian jalan yang ini kering. Ya ampun.

Om Widi mencoba lagi. Batu-batu kerikil sisa rumah dibangun beterbangan karena roda yang berputar kencang di atasnya. Tapi tetap saja, mobil tidak bergerak mundur.

Aku merasa sepertinya aku memang akan menghabiskan waktu sampai matahari pergi. Lebih lama dari itu, mungkin. Rasanya betul-betul hopeless: terjebak, tanpa jalan lain yang bisa ditempuh.

Aku mendengar suara, sepertinya orang yang mau menolong. Tapi aku tidak melihat siapa-siapa di sekitar situ. Om Widi sedang berbicara dengannya. Kami maju lagi, bersiap melewati jalan menanjak yang licin lagi, kali ini maju ke depan.

“Pelan-pelan Pak, bawanya kalem…” ucapnya.

Mobil selip lagi di tempat yang sama. Bingung, aku menatap hutan berbatas tembok bata berterali di sebelah kiri. Bapak itu masih membantu kami lewat perkataannya, dan Om Widi masih berusaha menggerakkan mobil maju.

Setelah dua-tiga kali mencoba, akhirnya mobil berhasil melewati tanjakan itu.

“Alhamdulillah…” ucapku, betul-betul lega. Ketakutan yang kurasakan mungkin sama banyak dengan ketakutan saat menaiki wahana adrenalin, namun waktu direntangkan begitu lama sehingga aku betul-betul merasakannya, bukan sekedar shock karena dijungkir-balik selama tiga detik.

Om Widi berhenti lagi, mencari-cari sesuatu di dompetnya, “Mana ya lima ribuan tadi?” Setelah menemukannya, ia memberikannya pada bapak tadi sebagai ungkapan terima kasih. Aku juga turut berterima kasih pada bapak itu, tentu saja.

Mobil terasa berjalan begitu mudah sekarang. “Tadi takut ya Don?” Om Widi bertanya bercanda padaku.

“Iya lah! Kalo sampe maghrib di situ gimana???” aku masih diselubungi rasa panikku.

 

Alhamdulillah, aku masih bisa merasakan pulang ke rumah. ^_^

4 comments: