Thursday, May 7, 2009

Teman

Oke, bukankah itu hal yang bagus kalau semua orang—setidaknya para siswi—di kelas mempercayaimu? Ya, hampir semuanya pernah menceritakan rahasia mereka padaku. Dan kali ini, semua bertambah rumit.

Kalian tahu B kan? Ah, B untuk Brengsek!! Hari ini dialah yang membuat konflik utama cerita ini.

Aku, Putri (dia itu si A. Sebut saja Putri mulai dari sekarang), dan B memiliki ikatan batin satu arah yang kuat. Tiap kali B akan mendapat masalah atau merasakan sakit, pasti Putri yang pertama merasakan dan aku yang kedua. Terkadang aku duluan yang tahu bahwa akan ada masalah dengan B. Tapi sepertinya tidak pernah ada apa-apa dengan B jika aku atau Putri akan mengahdapi masalah.

Beberapa hari yang lalu, B mengalami cedera yang lumayan parah: tempurung kakinya retak. Putri yang ‘meramalkan’nya, sedang aku tidak merasa atau mengalami apa-apa. B pun akhirnya tidak masuk sejak sehari setelah kejadian sampai sekarang.

Belakangan, B sedang dekat dengan (sebut saja) Panda. Panda menceritakan semua dialog pesan singkatnya dengan B belakangan padaku. Untunglah, tidak ada yang buruk seperti apa yang dialami Putri. Aku tahu, dari bahasa yang aneh dan halus yang dipakai, bahwa ada ‘yang salah’ pada B.

Panda sendiri juga mulai curiga bahwa memang ‘ada yang salah’ pada B berkaitan dengannya.

Prolog selesai.

 

***

 

Hari ini Kamis 7 Mei 2009, kami sedang menggunakan ruangan lab komputer untuk mencari sumber untuk tulisan kami. Namun, pengawasan lengang, dan Putri pun mulai mengajakku bicara. Tentang telepati pada B lagi—sebetulnya tentang mimpi, tapi sangat berkaitan dengan B.

“Don, gue mimpi, jadi gue tuh keluar mobil, terus tiba-tiba ditarik-tarik seseorang gitu. Gue kebawa lari dong. Nah terus, dia berhenti. Kita tuh lagi ada di basement gitu, dan gue liat si B. Dia tuh gayanya kaya supir yang lagi nungguin tuannya belanja, makan sambil duduk di kursi panjang gitu,” begitu ia memulai ceritanya padaku.

Ia pun melanjutkan, “Terus, gue kan dadah-in dia. Tapi dia gak denger gue. Gue dadah lagi, tapi tetep. Gue jadi kaya gak keliatan sama dia gitu. Gue bingung kenapa. Tapi gue yakin, mimpi gue tadi ada artinya.”

Tunggu. Semua mulai masuk akal. “Bentar bentar bentar. Kapan lo mimpinya, Put?” tanyaku.

Cepat ia menjawab, “Beberapa—umm, 3 hari yang lalu.”

Benar. Beberapa hari yang lalu. Semuanya jadi masuk akal sekarang. Aku ingat semua SMS dari B ke Panda. Semua. Dan sakitnya B setelah ia dan Putri berpisah. Dan sakitnya Putri karena hal yang sama, yang mungkin dua kali lebih parah. B tidak bisa mendengar Putri. Karena Panda?

Saat itu pelajaran bahasa inggris, otomatis kami sedang berbahasa inggris waktu itu. Langsung, masih dalam keadaan kaget, aku mengucap, “That will become reality in a matter of days—no, maybe less than days. Put, I mean it.”

“Maksud lo? Bahasa Indonesia-in deh,” ia berkata bingung.

“Dalem itungan hari, Put. Dalem itungan hari. Semua bakalan terjadi,” aku berkata, dikuasai ‘jiwa filosofis’-ku kala itu.

“Apanya yang dalem itungan hari???” sepertinya ia sama sekali tidak mengerti.

“Mimpi lo,” kujawab lagi. Kubiarkan dia bingung—aku tidak ingin Putri mengerti untuk sekarang.

 

B tidak akan mendengar Putri karena Panda. Itu arti mimpi Putri 3 hari yang lalu.

 

***

 

7 Mei 2009, 17.31 sore.

Aku sedang menonton ‘Aku-Mencintaimu-Paris’, dan di tengah film pendek ke—umm, mungkin 4, aku mendapat sebuah SMS. Nomor tidak dikenal.

onna. dy nmbk gue. gmana n?

Oh iya, Panda baru ganti HP—dan nomor—beberapa hari yang lalu. Sepertinya aku salah catat nomor.

Aku pun langsung menelepon nomor itu, tahu kalau itu Panda.

“Halo Don?” ucapnya begitu mengangkat telepon.

“Panda?” tanyaku.

“Iya. Lu tolongin gue dong…” ia berkata, dengan suara yang teramat memohon.

Aku hanya ingat cerita Putri beberapa jam yang lalu. Tidak kusangka perkiraanku terjadi lebih cepat: hitungan jam, bukan hari. Satu-satunya hal yang kupikirkan tadi adalah “gue-lebih-bingung-daripada-lo-karena-ada-beberapa- hal-yang-lo-gak-tau”.

Aku tidak bisa membayangkan apa rasanya menjadi Putri, jika aku usulkan pada Panda untuk berkata ‘iya’. Dan aku tahu bukan hal yang baik untuk menolak. Aku merasa menjadi orang munafik selama semenit.

“Umm… Gimana ya Pan?” aku menjawab tanpa memberi jawaban. “Gue lebih bingung daripada elo sendiri, jujur.”

“Yaah Doon~”

Aku dibebani rasa bersalah pada Putri. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Akhirnya aku menyusun kata-kata, “Umm, o… oke. Gue cuman minta lu hati-hati sama si B. Itu aja. Sebetulnya, dia tuh baik. Tapi emang sangat mungkin dia balik lagi jadi ‘kaya dulu’.”

Kami diam lagi. Mungkin jika percakapan kami digambarkan ke dalam grafik suara, akan ada lebih banyak garis datar daripada gambar gelombang. Aku sendiri lupa kata-kata apa saja yang tiba-tiba keluar dari mulutku dengan bijak. Sepertinya diri-bijak-ku yang sedang berkuasa tadi.

Pada akhirnya, aku mengusulkan pada Panda untuk berkata iya setelah beberapa hari, setelah ia berjanji padaku untuk langsung menampar B dan—okay, uncensored part—menendang thing-between-the-legs milik B jika si B mulai ‘beraksi’ lagi. Panda sudah berjanji padaku hal itu tiga kali, dan aku ingin melihat B saat itu terjadi XD

 

***

 

B, gue masih belom terlalu percaya sama lo. Buktiin ke gue kali ini: jangan ancurin temen gue lagi.

 

 

Gimana gaya bahasa gue? Keren gak? Apa elu kaga ngatri lagi?

19 comments:

  1. maksudnya?siapa si putri? aku kenal dia kan?

    ReplyDelete
  2. keren cerita lo don! gw terpaku sejenak!

    ReplyDelete
  3. Wezeh thx mir.. Ghinaa, kaw akan tau.. *bijak mode*

    ReplyDelete
  4. kalo si putri gue tau banget lah. kalo panda.. hem kayaknya tau deh

    ReplyDelete
  5. Ini kalangan mp-ers aja ya.. Jgn nyebar di dunyat, ntar aku digoreng Panda pake bumbu bambu..

    ReplyDelete
  6. hhaha gue ngerti skrg. tapi don, ga cuma anak mp-ers aja lho yang suka buka mp! haha. siap siap digoreng deh

    ReplyDelete
  7. kereeeen...kenapa mereka berpisah sih?? (sorry, bacanya nggak fokus nih)

    ReplyDelete