Saya takut. Jujur, saya takut. Belakangan terjadi dua kali penyerangan pancingan di dua tempat yang berbeda. Aku udah cerita-cerita dikit sama ibun, katanya itu cuma trigger.
Jadi? Maaf. Seperti biasa aku lupa cerita konteks terlebih dahulu.
So, pada Maret lalu, kapal perang Cheonan milik Korea Selatan diserang Korut. Saya sebagai fangirl sebal karena acara-acara model inbox sama dahsyat dibatalkan sampai kurang lebih satu setengah bulan. Pada awalnya saya dan fangirl lokal maupun internasional lain betul-betul kira itu reaksi yang lebay, lagian, kapal tenggelem kenapa acara musik yang distop?
Tapi, berita Cheonan belakangan menyebar ke luar lingkungan fangirl-yang-sebal-karena-gak-ada-inbox. Itu gak wajar dong. Ternyata, Selatan memberikan sanksi luar biasa terhadap Utara, yaitu memutus kerjasama ekonomi dengan Utara, which means Utara, yang anak-anaknya udah pendek gara-gara kekurangan gizi itu, akan lebih melarat lagi. Gak kasian apa? :( Seprovokatifnya Utara, kasian juga dong kalo digituin...
Tapi, Ibun benar. Tenggelamnya Cheonan hanya trigger. Selatan marah bukan karena satu kapal ditenggelemin. Mereka masih punya banyak kapal lagi. Yang mereka lakukan ini kan akibat kemarahan yang ditumpuk selama setengah abad terakhir. Kemarahan-yang-bisa-berakhir-kelaparan ini terjadi setelah berkali-kali Utara cari ribut, to simply say. Dan mungkin anak-anak Utara dibuat kelaparan biar mereka marah sama penguasa dan pada akhirnya sadar bahwa sistem totaliter-semi-dewa itu sudah berubah konyol. Sekarang totaliterisme (?) itu bukan lagi ayo-kompak-demi-kemajuan-bangsa sama sekali. Pemimpin emang gak boleh memimpin terlalu lama.
Nah, soal kapal bantuan ke Palestina yang diserang sama Israel, itu luar biasa cari ribut. Ih seriusan, udah ngakuin tanah orang, ngusir lagi. Well, itu hal yang wajar juga sih di Indonesia. Tapi dalam skala besar? --"
Sejahat-jahatnya dan seprovokatifnya, itu salah satu action terkejam yang pernah aku denger, setelah massacre Nazi. Kenapa Israeli kagak revenge ke Jerman aja ya? --" (oke, i know. perang yang ini punya background berusia kurang lebih tiga ribu tahun sheesh) Usil banget serius T^T
Well, point-nya rada mirip. Udah miskin makin dibikin miskin :(( Udah miskin makin dibikin miskin, biar gak ada tentara yang sehat dan kuat, atau ilmuwan yang cukup pintar untuk melawan mereka (yang menghilangkan bahan makanan).
Nah sooww, balik ke awal, saya takut. Kenapa takut? Ya takut. Gimana kalo trigger-trigger dari negara-negara yang cari masalah ini pada akhirnya ditanggapi sama negara-yang-terus-dikerjain dan pada akhirnya memperburuk suasana? Kalo perang timteng makin meluas? Kalo perang korea berubah jadi perang aktif yang gak underground lagi?
Kalo nanti Indonesia diajak memihak? :((
Masalahnya, katanya Indonesia memihak Palestina, tapi Indonesia 'temenan' sama Amerika. Korsel temenan sama Amerika, which means juga dengan Indonesia. Tapi dulu Sukarno sahabatnya presiden-semi-dewa-nya Korut.
Lihat betapa kumpulan hubungan multilateral tadi aku jelaskan sepanjang satu paragraf sendiri. Pokoknya jangan sampe kita disuruh memihak dalam perang aslinya. Coba kita boleh memutuskan untuk jadi netral kaya Swiss...
Don't you think that this might end up in something big? (na'udzubillahimindzalik)
Mari kita akhiri dengan gag dari Phineas and Ferb:
Aren't you a bit of too young for some talk about war?
Okay, saya baru 14 tahun dan saya gak ngerti apa-apa. Ini pasti review-gaya-awam banget. Sounds so stupid. Tapi saya cuman curhat atas ke-gak-sukaan saya pada dua kejadian di atas dan pada kemungkinan-kemungkinan yang paling serem, yang kita semua gak mau. Well yeah, that's it. See you some other time.
Mer-C maksudnya itu judul? Hahaha~
ReplyDeleteYa, ini cuma trigger, betul. Kalau pagi-pagi lihat TV sudah banyak kan aksi di negara-negara Eropa?
Bahkan kemarin Chile sudah MEMBANTAI Israil 3-0 dalam partai persahabatan. :D
=_= I will KICK you out --"
ReplyDeleteSeriusan gua juga kaget pas baca ini di running text, hahaha kocak! :D
ReplyDeleteTadinya juga mau ngomong itu. :D
ReplyDeleteBagian seriusnya:
ReplyDeleteYah, kita sebenarnya juga dalam krisis. Rakyat yang didukung demokrasi mesti bisa mendekati satu suara untuk penentuan sebagai negara netral, atau apapun sikap yang akan diambil. Kalau seperti sekarang, ada kebijakan ini ribut, kebijakan itu juga ribut, padahal 'ini' dan 'itu' bertentangan, terus mereka maunya apa coba? Cuma bisa ribut dan tidak memberi solusi. Terus kapan selesainya urusan sama negeri ini sendiri?
Setuju!!! Tuh, mahasiswa bisanya demo doang sih...--oops.
ReplyDeleteMungkin karena orang-orang udah terbiasa blaming orang lain, terutama pemerintah, karena 'kan pemerintah harusnya bisa begini dan begitu', dan media pun juga selalu kalo abis minta pendapat pasti nanya ke orang 'jadi mas punya saran atau kritik apa buat pemerintah?' Ayolah, kalo mereka yang pengen perubahan, jangan minta sama yang di atas mulu, kan nasib suatu kaum tidak akan berubah kecuali mereka yang mengubahya. ;)
Tuh, mahasiswa tuh mahasiswa! :D
ReplyDeletepernah juga bicara seperti ini dalam forum dan ada seorang kawan (atau lawan?) yang bilang, "Mana yang lebih baik: Bicara kritik tanpa solusi.. atau justru Apatis dan tidak mengkritik negara?"
ReplyDeletesayangnya, waktu keburu habis dan saya belum sempat jawab apapun.. -_________-
jadi,apa yg sudah dilakukan untuk mengubah nasib kaum sendiri? ;)
ReplyDeleteGak ngerasa banget lu :P
ReplyDeleteDalam skala besar, belum ada. Dalam skala pribadi, cukup banyak, alhamdulillah ;)
ReplyDeleteDalem... Saya sih apatis XD Siapa tahu apa yang terlihat buruk sebetulnya menyimpan sesuatu yang lebih baik dalam jangka panjang bagi lebih banyak orang? (rada ngutip narasumber acara tadi pagi)
ReplyDeleteKatakan yang baik atau diam cuy~
ReplyDelete@don : aku sih apatis, tapi tetap mengkritik negara (mengambil jalan tengah *yg ambigu* sebagai pilihan hidup bernegara)
ReplyDelete@kawiis : bagaimana kalau mengkritik itu baik dan diam pada negara itu tidak membangun? bgmn cara memilih?
Hem, pilihan yang serupa-tapi-beda-beda-dikit XD
ReplyDeleteDiam dan tidak protes, tapi menuruti aturan, itu lebih baik. Masalahnya juga, kebanyakan hanya kritikan menjelekkan, bukan mendukung.
ReplyDeletehmm.. kalau kritik mendukung itu bukannya dinamakan saran ya? saya jadi bingung kak..
ReplyDeleteNah kurang lebih sama dengan yang dikatakan Ali..
ReplyDeleteAda istilah "kritikan yang membangun" kan?
ReplyDeletejadi sebagian besar kritik *yg dr mahasiswa* itu tidak membangun, makanya jadi masalah? apa iya?
ReplyDeleteSilakan baca lebih banyak. Temukan sendiri jawabannya.
ReplyDelete*manggut-manggut*
ReplyDeletehaha.. diomelin lu... hahaha pizz..
ReplyDelete