Vikola, page 1

“Jadi, bagaimana? Kau ingin bekerjasama denganku?” ucap Viktor Perske setelah menyesap flat white hangatnya, menatapku dengan matanya yang selalu tajam, manis dan munafik.

Aku bersumpah aku ingin keluar dari semua omong kosong ini. Tapi aku merasa seperti orang konyol. Seperti benalu di atas pohon yang tidak bisa mati.

“Aku ingin berhenti, Vik. Aku ingin istirahat,” keluhku sambil mengaduk-aduk kopiku perlahan, seperti gerakan orang bingung.

“Nikola,” dia mengambil tanganku dan mengecup ujung-ujung jariku. “Kau tidak bisa berhenti. Kau sendiri yang tahu itu,” ia tersenyum lagi, sambil masih menggenggam tanganku.

Diletakkannya tanganku di dekat cangkirnya. Dia bahkan bukan siapa-siapa.

Aku tahu kami sudah saling mengenal seumur hidup, tapi, seperti planet bumi—dan bawang merah,—dia tidak akan pernah selesai dikupas. Terlalu penuh rahasia. Entah mengapa, aku merasa tidak perlu tahu apa yang ada di dalam hatinya, yang mungkin sekosong bungkus infus. Dia juga merasa tidak penasaran dengan apa yang ada di dalam hatiku, yang mungkin sebening bungkus infus. Aku tidak punya rahasia untuk dibagi. Aku terlalu mudah dibaca.

“Baiklah, aku mengerti,” dia tersenyum. “Maaf untuk tadi, Nikol. Aku bisa meminta bantuan Alice kalau begitu.” Viktor meraih saku celana dan membuka ponselnya.

Aku mendongak. Mulutku terbuka, berharap bisa berbicara.

Tapi aku tertunduk lagi. Kembali memain-mainkan kopiku yang sudah berantakan lukisan krimnya.

“Biar aku saja,” ucapku, baru sadar sedetik kemudian apa yang aku lakukan.

Viktor berhenti menekan-nekan ponselnya, memindahkan pandangannya ke mataku. “Kau yakin?” tanyanya dengan nada yang sangat, sangat tenang.

Dia tidak pernah menanyakan apa aku ragu, tapi harus, untuk kali ini. Aku akan menemaninya mengembalikan gelas. Biasanya, saat diajak mengambil, meminjam, atau mengembalikan sesuatu, aku hanya menonton atau membantu sedikit.

Bahasaku imut, bukan? Aku tidak sedang bicara soal mengembalikan gelas yang dipinjam kemarin ke tetangga, aku sedang membicarakan soal Cawan Lycurgus dari Roma Kuno dengan ukiran rumit dan dapat berubah warna saat terkena cahaya. Kami
hanya punya waktu sedikit sebelum orang sadar bahwa replika itu hanya terbuat dari plastik semitransparan dan logam sepuh.

Aku tidak pernah mengerti bagaimana cara teman Viktor bisa menembus sistem keamanan yang gila dan keluar membawa piala itu seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Viktor hanya bertugas mengantarkan. Kurir. Aku? Aku bahkan tidak tahu jobdeskku apa.

Yang jelas, dulu kami bertetangga. Rumah kami berada di dekat pelabuhan kecil, dengan pantai yang beku di musim dingin, dan sejuk di musim panas. Biasanya kami akan menyoraki kapal-kapal yang datang, atau berlari mendekati rumput tinggi, atau saling mengubur kaki di dalam pasir. Dia pergi ke luar negeri dengan alasan merantau. Padahal, dia bisa pergi ke ibukota saja.

Orangtua kami sama-sama buruh di pabrik sarden kaleng. Kadang-kadang aku akan mengambil sekaleng dari lemari dapurku yang dipenuhi sarden bonus dari pabrik, lalu kuhangatkan sendiri dan kumakan bersama Viktor di luar, di atas pasir yang abu-abu.