Menjadi Anak Kelas 10

Oke sebelumnya maaf atas segala keababilan dan capslock berikut, tapi ini memang perlu:

WUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA SAYA RINDU MULTIPLYYYYYYYYY PELUK PELUK PELUK PELUUUUKKKK~~~ <3

Helow semuanya~ <3 Sudah satu setengah musim saya membiasakan diri menjadi anak SMA. Membiasakan diri make rok. Membiasakan diri pake kemeja putih. Membiasakan diri dengan meja bergraffiti (di SMP juga bergraffiti, tapi tidak separah itu --"). Membiasakan diri ikutan upacara betulan, membiasakan diri make jaket almamater oke sumpah yang ini blagu parah, dan membiasakan diri make rok abu-abu dua kali seminggu (yeap people, biasa aja menuju jarang, kan? :D).

Tes formatif pertama saya mencengangkan. Mencengangkan pangkat negatif empat. Jadi ini rasanya menjadi tukang ulur waktu ketika semua temenmu adalah orang rajin dan standar minimal adalah tiga perempat lebih seuprit.

Berangkat sekolah menjadi perkara yang lumayan sederhana. Pagi tinggal didrop orangtua separuh jalan, separuh jalan lagi lanjutkan naik angkot. Pulang, naik angkot carry mungil biru tua separuh jalan, lalu naik lagi kijang biru langit sampai gang depan rumah. Kijang tukang tipu. Katanya Ciganjur - Pasar Minggu. Fiktif. Lha wong dia muter balik sebelum belok ke Jalan Raya Margasatwa (eh apa sih nama jalannya yang abis deptan itu,  pokoknya itu).

Efek yang bagus adalah, saya jadi harus berjalan dari gang depan rumah ke depan rumah. Sebetulnya bukan gang juga sih, jalan itu bisa dilewati 1 5/6 mobil. Saya senang bisa berolahraga lebih banyak, dan bertemu anak kucing yang tiba-tiba menganggap saya induknya.

Efek sampingnya adalah, betis saya menggandakan ukuran. No lie. Tapi gapapa sih. Katanya, gendut di kaki itu baik karena lemak-lemak di kaki adalah lemak baik. Meskipun betis saya gendut juga bukan karena lemak, tapi karena otot-otot yang dilatih rutin dan jadinya banyak makan adenosintripospat (bener gak sih? hore, jadi lebih pede biologi) dan jadinya mereka gendut di dalam.

Makanan pun variatif. Saya pun berkenalan dengaaaan~~~ totololettotteeet:

CIRENG
Call Me Irresponsible by  Norak Jones

Selain itu, saya juga kenalan sama yang namanyaaa~~~ totololettotteeet:

BUKU PAKET

Seumur hidup sebelum menginjak usia 14 tahun 7 bulan, buku paket adalah benda sunnah, bukan benda rukun.

Dan buku paket inilah bagian yang paling simsalabim dan minta dibakar. (emang gampang sih kalo mau ngebakar lha wong bahannya kertas). Jadi, kami menggunakan buku dengan isi Indonesian and Depok English pada kurang lebih 6 dari 14 mata pelajaran. Saya menghargai inisiatif dan niat baiknya, tapitapitapitapi...

Efek samping paling terkutuknya adalah: orang tua saya tidak ingin saya menenteng buku, karenanya semua buku harus dimasukkan ke dalam tas. Jadilah saya dibelikan sebuah tas marinir ukuran mambo yang membuat saya menjadi kura-kura ninja. Orang-orang yang berpapasan, maupun yang diangkot pun terpesona dengan kekurakuraninjaan ini. Sebelum terbiasa, saya udah lebih dari tiga kali nge-gebok muka orang tanpa sengaja pas keluar angkot dengan tas ini.

Selain itu, ada juga ngaji+senam pagi. Tiga puluh menit pertama di pagi hari dihabiskan dengan mengaji 0:) Habis itu ada senam di kursi yang terlihat cukup iseng dengan suara instruktor yang cukup iseng pula, namun sebetulnya bermanfaat, karena bersifat semi-brain-gym.


. . .

Itu aja sih. Norak, ya? Heugh maaf --" Ya wes, sekian, terima kasih.