“hey,” panggilku pelan. Kamu tersenyum kosong pada bingkai
ranjang.
“hey.” Aku menyentuh pipimu yang selalu panas.
“hm?” jawabmu pelan. Aku mengecupmu dan kamu tertawa aneh di sela
kecupan. Aku berhenti dan melihat mata hitammu, uban kimiamu, sedih karena aku
sedang tidak mengecup kamu.
Dengan kuatir aku menyentuh pinggangmu yang dihisap kering
koyo-koyo hijau dan kamu segera memukul munggung tanganku. “geli tauk,” katamu,
dengan rengekanmu yang hanya muncul saat kamu bukan kamu.
8 mei 2014
untuk kak luno, seperti semua puisi-puisiku yang lain
No comments:
Post a Comment