Sunday, July 17, 2016

“Wanita yang saya cintai terlalu jauh dari jangkauan saya,” kata suara di balik dinding kayu. Suara pria. Dalam, jernih.

“Maksudnya apa?” Saya bertanya. Dari sini pun saya bisa dengar rasa kaget dia mendengar suara wanita.

Kami terpisah dinding kayu jati dengan lubang tertutup kertas minyak, macam bilik pengakuan di gereja. Mungkin karena saya mengaku gadis dan dia mengaku perjaka.

“Saya rasa dia nggak suka balik sama saya.”

Demi Tuhan yang namanya kusebut dengan sia-sia, saya tertawa. Pria di balik pembatas bilik terdiam. Demi Tuhan yang namanya kusebut dengan sia-sia, aku ingin menonjok tembok kayu ini dan mencengkram kerah bajunya dan meneriakkan mukanya dengan, “Gue suka sama lo dari dulu, bangsat.”

Dulu saya sering mengarang-ngarang cerita tentang suara di balik bilik jati ini, dengan harapan kosong bahwa angan-angan saya bisa menjadi kenyataan. Maka hari ini saya tuliskan bahwa saya bangkit dari kursi lipat merah di dalam bilik itu, lalu saya membanting pintu bilik saya untuk masuk bilik dia. Saya tutup pintu di belakang saya, dan matanya yang terpahat dalam terbelalak, kaget melihat saya.

No comments:

Post a Comment